Merantau. Bagi keluarga saya, terutama dari garis keturunan ibu, merantau adalah sesuatu yang dihindari. Nenek saya bercerita.. dulu ibu saya dan adik-adiknya memang diminta untuk tdak pergi merantau. Alasannya adalah biaya… nanti kalau merantau ada biaya kos, ada biaya transport, biaya makan, dll. Kalau merantau biaya akan semakin besar, katanya. Mungkin alasan itu logis mengingat kakek saya hanya seorang PNS yang gajinya tidak seberapa yang harus cukup untuk menghidupi istri dan ketujuh anaknya. Prinsipnya, anak-anaknya harus sekolah, bergelar, dan bekerja. Namun syaratnya tidak usahlah merantau. Katanya kurang lebih seperti itu.
Sampai akhirnya di generasi berikutnya, yaitu ibu saya, pada awalnya memang secara halus meminta saya untuk tidak merantau. Tidak dinyatakan, tetapi terlihat dari kekhawatirannya bila saya pergi jauh. Kalau ini mungkin bukan alasan ekonomi tetapi lebih karena rasa sayang beliau terhadap kami bila kami jauh dari keluarga. Nyatanya saya dan adik saya setidaknya pernah merantau ke kota lain. Adik saya karena melanjutkan sekolahnya ke kota Bogor, dan saya karena bekerja di Jakarta. Apakah ada masalah dengan merantau kami kali itu? Tidak. Karena setiap minggu kami masih bisa pulang ke Bandung, tidak perlu khawatir dengan ongkos pulang-perginya.
Nah, cerita merantau jadi berbeda ketika saya sudah menikah. Ini adalah merantau yang sebenar-benarnya. Jauh dari keluarga, jauh dari saudara, jauh dari sahabat karib, jauh dari kolega, dan jauh dari Indonesia. Dimana smenjadi sadar bahwa merantau ini adalah suatu proses pendewasaan diri. Dimana saya menjadi sadar bahwa tiada tempat bergantung selain kepada Allah SWT. Dimana saya menjadi sadar bahwa memang sebaiknya setelah menikah itu suami istri tinggal bersama dan mandiri supaya bisa tumbuh dan berkembang bersama, tidak tumbuh sendiri-sendiri. Dimana saya menjadi sadar bahwa saya sedang menjalani hidup dengan tanggung jawab. Dimana saya menjadi sadar bahwa inilah peran yang sedang saya jalani. Dimana saya menjadi sadar bagaimana caranya bertahan dan menjalani hidup. Dan masih banyak kesadaran-kesadaran lain yang pasti akan saya temukan selama proses merantau ini.
Dengan demikian feeling merantau di keluarga saya berubah karena sudah ada generasi yang merantau dengan sebenar-benarnya. Pengalaman merantau sudah pecah telor di keluarga kami. Akankah generasi berikutnya menjadi lebih berani dan lebih siap untuk merantau? We’ll see…
Thanks Allah.ya